Aku dan Dakwah


‘Dakwah’? seringkali membuat keraguan dan pertanyaan besar bagi banyak orang, hanya orang yang punya keinginan kuat untuk mau melakukan ini, tapi ternyata dakwah itu kebutuhan, kebutuhan yang terkadang dilupakan dan dianggap sepele bagi sebagian orang, hanya kepeduliaan lah sebenarnya yang menjadi kuncinya. anggapan seperti “emang aku udah baik ya? masih banyak dosa aja mau nasehatin orang” atau “yaudahlah biarin aja” atau “tunggu aku baik dulu deh baru ngingetin dia”. Seringkali anggapan seperti itu terngiang dibenak seseorang, termasuk aku. Tapi, kalau terus begitu kapan dakwahnya? kapan baiknya? Kapan bisa taatnya? Kalau mengingatkan orang kita pasti akan sebaliknya diingatkan orang  bukan? Bisa jadi kita lagi lupa, lagi khilaf, lagi males dan akhirnya jauh sama Allah. Terus siapa lagi yang ngingetin kalo lingkungan kita tak terbiasa untuk saling mengingatkan? Bisa jadi akan terus larut dalam kemaksiatan. Na’udzubillahimindzalik….. 
Dakwah adalah kebutuhan, ceritaku bersama dakwah dimulai ketika aku melihat orangtuaku, ya banyak orang bilang mengingatkan orang terdekat itu adalah hal yang paling sulit, hal itupun terjadi padaku.
Dahulu pekerjaan ayahku menghabiskan waktu malam hingga pagi hari, rela bangun pagi-pagi buta untuk berdagang. Bangun jam 2 pagi adalah rutinitasnya, mengambil barang dagangan ke suppliyer dan berdagang di pasar dekat rumah.

Seringkali aku khawatir padanya pergi pagi buta karna jarak tempuh ke tempat suppliyer cukup jauh, aku juga seringkali membantunya ketika libur sekolah. Alhamdulillah keluargaku sangat tercukupi dengan penghasilan ayah dan ibuku, ada yang membuatku pilu saat itu, aku juga bercerita dengan ibuku tentang keresahanku. biasanya ayahku pulang jam 9 pagi sampai-sampai melewatkan waktu sholat subuhnya, seringkali lalai, waktu sholat lainya pun seringkali ditinggalkannya, alasannya selalu ada jika diingatkan. Aku seringkali mengingatkannya ketika waktu sholat tiba, namun ajakan itu seringkali tak digubris bahkan terkadang ayah kesal denganku, tak bisa begitu terus, pikirku. Hingga aku masuk perkuliahan, aku jadi sering ikut kajian dan menonton video-vidio islami. Mungkin caraku mengingatkan tidak baik, pikirku. Akhirnya pelan-pelan aku mencoba cara-cara lain. Mungkin saja jika aku lebih giat untuk mempelajari agama dan lebih giat untuk ibadah ayahku akan melihat perubahan-perubahanku. Aku jadi sering bercerita setiap setelah mengikuti kajian, bercerita bagaimana acara berjalan dan tentang isi kajian. Aku juga seringkali memasang program tv dakwah tiap ayah bersama denganku, menyetel video-vidio dakwah ketika duduk dengannya dengan harapan ayahku mendengarkan materinya. Kegiatan ini akhirnya jadi kebiasaan buat kami, kami sering bertukar pikiran tentang agama, dan bercerita satu sama lain. Lambat laun, Alhamdulillah ayahku mulai memperbaiki kebiasaan buruknya, caraku ternyata berhasil mengetuk hatinya. Bahkan diingatkan waktu sholat olehnya menjadi kesenangan buatku, padahal dulu jarang sekali, iya seringkali kami jadi saling mengingatkan, walau kami tau tidak ada yang lebih baik diantara satu sama lain, kami sama-sama punya kesalahan, kami sama-sama punya kekhilafan, kami seringkali lupa, tapi tidak berhenti untuk saling mengingatkan dan memperbaiki diri. Alhamdulillah…  

Komentar

FathinFar mengatakan…
Subhanallah....salut...
admin mengatakan…
Subhanallah mbaa, perjuangan dakwah memang tidak mudah, butuh kuattt dan sabar luar biasa. Proud of you!

www.innaistantina.com
Silvie Permatasari mengatakan…
Masyaallah...

Semangat terus kak,
Insyaallah Allah membalas niat baik dengan pahala yg berlimpah..
Aamiin
Silvie Permatasari mengatakan…
Masyaallah...

Semangat terus kak,
Insyaallah Allah membalas niat baik dengan pahala yg berlimpah..
Aamiin
Anisa Mumtaz mengatakan…
Allahumma amiin saya msh terus belajar mba hehe terimakasih sudah mampir di blog saya
Anisa Mumtaz mengatakan…
hihi saya msh belajar mba terimakasih sudah mampir di blog saya
Anisa Mumtaz mengatakan…
hihi sy msh belajar mba, terima kasih sudah mampir di blog saya

Postingan Populer